Yakobus

oleh Douglas Estes

Hari 19

Baca Yakobus 3:13-16

Yakobus meminta para pembacanya untuk memikirkan seorang kenalan mereka yang terlihat bijak dan berbudi (Yakobus 3:13). Bisa jadi orang itu adalah salah seorang pembacanya sendiri! Kemudian ia memberi nasihat: Kita dapat mengetahui siapa yang benar-benar bijak dan siapa yang tidak dengan menyelidiki maksud mereka.

Hikmat sejati ditunjukkan lewat pelayanan kita kepada orang lain, bukan lewat perbuatan yang mementingkan diri sendiri.

Jika seseorang yang mengaku bijak memiliki sifat rendah hati dan “cara hidup yang baik” (ay.13), itulah tanda dari hikmat yang benar (lihat ay.17). Namun, jika seseorang yang mengaku bijak menunjukkan sikap iri hati atau suka mementingkan diri sendiri, berhati-hatilah—kemungkinan ia telah memakai “hikmat” dari dunia yang berdosa (ay.14-15; lihat juga Amsal 3:7). Hikmat sejati ditunjukkan lewat pelayanan kita kepada orang lain, bukan lewat perbuatan yang mementingkan diri sendiri.

Yakobus memperingatkan para pembacanya dengan tajam: apabila Anda dikuasai iri hati dan sikap mementingkan diri sendiri, “janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran” (Yakobus 3:14). Dengan kata lain, jika Anda membaca hal ini dengan anggapan bahwa Anda memiliki hikmat dan pengertian, tetapi hidup dan tindakan Anda penuh dengan rasa iri hati dan keinginan mementingkan diri sendiri, maka tidaklah patut Anda berbangga atau menolak untuk mengakuinya.

Orang-orang yang mengaku bijak tetapi berperilaku seperti itu perlu memahami bahwa hikmat mereka kemungkinan berasal dari setan-setan (ay.15). Kata “setan” mungkin membuat kita (dan mungkin juga para pembaca Yakobus) membayangkan aktivitas paranormal, tetapi sebenarnya Yakobus sedang mempertentangkan hikmat yang bersumber dari Allah dan hikmat yang datang dari sumber yang menentang Allah—dunia dan neraka. Kedua sumber ini saling berhadapan, oleh karena itu dua jenis hikmat yang bersumber dari mereka juga bertentangan satu sama lain.

Orang-orang yang didorong rasa iri hati dan keinginan mementingkan diri sendiri mengakibatkan “kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” yang terjadi setelah itu (ay.16). Meskipun orang-orang seperti ini mengaku bijak dan berpengertian, kehidupan pribadi mereka berantakan—terlihat jelas dari jejak kehancuran yang mereka tinggalkan.

Para pembaca Yakobus kemungkinan menyadari bahwa hikmat sejati hanya datang dari menghormati dan menaati Allah (Amsal 1:7; 2:6; 9:10). Sebaliknya, hikmat duniawi dapat diterima dari usia, pengalaman, dan pendidikan, misalnya. Namun, sesungguhnya hanya ada dua sumber untuk dua jenis hikmat tersebut.

Pada zaman ini ada banyak orang yang mengaku berhikmat, tetapi kita harus meneliti pengakuan tersebut dengan hati-hati. Hikmat sejati kita miliki bukan karena kita mengaku atau mengusahakannya, melainkan karena dikaruniakan Allah. Yang patut kita lakukan adalah meminta Allah memberikan kita hikmat untuk hidup dengan cara yang menghormati Dia.


Renungkan:

Mengapa orang begitu cepat mengikuti seseorang yang mengaku memiliki hikmat dan pengetahuan?

Menurut Anda, apa saja contoh hikmat sejati yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pada masa kini?

comment

journal

share


writer1

Tentang Penulis

Douglas Estes (PhD, Nottingham) adalah lektor kepala dalam bidang Perjanjian Baru dan teologi praktika di South University. Beliau adalah editor jurnal teologi Didaktikos, dan kontributor tetap untuk topik seputar ilmu pengetahuan bagi Christianity Today. Douglas telah menulis atau menyunting delapan buku, sejumlah besar esai, artikel, dan tinjauan untuk berbagai terbitan umum maupun ilmiah. Beliau pernah melayani sebagai gembala gereja selama enam belas tahun.

Penulis Seri Perjalanan Iman:

Seri Perjalanan Iman®  adalah materi terbitan Our Daily Bread Ministries.

Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang.

Hak dan Izin  |  Syarat dan Ketentuan  |  Kebijakan Privasi