Yakobus

oleh Douglas Estes

Hari 28

Baca Yakobus 5:12

Bagian terakhir dari hikmat yang Yakobus teruskan kepada pembacanya terlihat pendek dan tidak terduga. Ia memulai dengan “Tetapi yang terutama, saudara-saudara”, seolah-olah hal tersebut adalah poin penutupnya (Yakobus 5:12). Inilah poinnya: kita tidak boleh bersumpah “demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain” (ay.12). “Sumpah” apa yang dimaksudkan oleh Yakobus?

Jika kita mengucapkan sumpah dan melanggar rencana Allah lewat perkataan dan perbuatan, kita menunjukkan bahwa sebenarnya kita masih mendua hati.

Pertama-tama, hal itu tidak mengacu kepada bahasa yang kasar atau tidak senonoh. Kedua, itu tidak mengacu kepada sumpah pengabdian yang kita ucapkan kepada negara sebagai warga negara, selama pengabdian itu tidak menghalangi kesetiaan kita kepada Allah. Ketiga, hal itu juga tidak mengacu kepada janji-janji, setidaknya ketika janji itu dimengerti sebagai perjanjian.

Yakobus jelas mengartikannya sebagai sesuatu yang lebih kuat, seperti sumpah atau kontrak antara dua pihak yang disahkan dengan pernyataan untuk menguatkan perjanjian tersebut. Dalam hal ini, jika kita bersumpah kepada orang lain demi surga atau demi Tuhan (misalnya), maka kita telah melampaui wewenang Allah untuk membuat kesepakatan dengan orang lain. Jenis sumpah seperti itu menunjukkan bahwa kita menganggap diri kita lebih besar dari Allah.

Yakobus memerintahkan kita untuk sekadar mengatakan “ya” dan “tidak” ketika kita mengikat perjanjian dengan orang lain. Seperti yang sudah dilakukannya di sepanjang kitab ini, Yakobus menggemakan ajaran Yesus (Matius 5:37).

Pemikiran akhir ini tidak terduga, karena kita mungkin berpikir bahwa Yakobus akan mengemukakan cuplikan-cuplikan hikmatnya yang penting di bagian terakhir (memang ia melakukannya, tetapi bukan sebagai peringatan; lihat Yakobus 5:19-20). Sejak awal, pembaca kitab Yakobus tentu bertanya-tanya mengapa amsal pendek ini ditaruh di sini, dan ada berbagai kemungkinan alasannya.

Inilah yang saya yakini paling cocok dengan apa yang telah kita pelajari dari Yakobus: sebagai pengikut Yesus, kita harus memiliki kejelasan tentang identitas kita. Jika kita mengikut Yesus, dan hikmat bagi hidup kita berasal dari surga, maka kita harus menyatakan hal itu segamblang mungkin dengan orang lain. Namun, jika kita gagal mengikut Yesus, dan mulai mengambil hikmat kita dari dusta yang beredar di dunia, kita tidak lagi gamblang mengenai diri kita. Kita bagai “gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin (1:6). Kita “mendua hati” sehingga kita tidak akan tenang dalam hidup kita (1:8).

Ketika kita mengikuti hikmat yang turun dari surga, kita akan menunjukkannya di dalam perkataan dan perbuatan kita (3:13-16). Jika kita mengucapkan sumpah dan melanggar rencana Allah lewat perkataan dan perbuatan, kita menunjukkan bahwa sebenarnya kita masih mendua hati. Bagi Yakobus, dalam hal inilah karakter kita yang sesungguhnya diuji.


Renungkan:

Apa saja jenis sumpah yang kita temukan pada masa kini? Bagaimana kita dapat menghindari sumpah yang dimaksudkan oleh Yakobus?

Dalam keadaan apa saja kita dapat lebih memuliakan Allah lewat ketetapan kita untuk mengatakan “ya” jika ya atau “tidak” jika tidak?

comment

journal

share


writer1

Tentang Penulis

Douglas Estes (PhD, Nottingham) adalah lektor kepala dalam bidang Perjanjian Baru dan teologi praktika di South University. Beliau adalah editor jurnal teologi Didaktikos, dan kontributor tetap untuk topik seputar ilmu pengetahuan bagi Christianity Today. Douglas telah menulis atau menyunting delapan buku, sejumlah besar esai, artikel, dan tinjauan untuk berbagai terbitan umum maupun ilmiah. Beliau pernah melayani sebagai gembala gereja selama enam belas tahun.

Penulis Seri Perjalanan Iman:

Seri Perjalanan Iman®  adalah materi terbitan Our Daily Bread Ministries.

Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang.

Hak dan Izin  |  Syarat dan Ketentuan  |  Kebijakan Privasi