Yakobus

oleh Douglas Estes

Hari 7

Baca Yakobus 1:19-21

Sekali lagi, Yakobus mengawali perkataan hikmatnya dengan seruan yang lantang, “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini.”

Ketika seseorang marah, timbullah sikap yang berlawanan dengan kebenaran dan tidak menyenangkan hati Allah (Yakobus 1:20).

Apa yang harus kita ingat? Bagi mereka yang mau menuruti hikmat Allah, Yakobus menggabungkan tiga gagasan penting dari Perjanjian Lama dan sastra Yahudi dalam pernyataan ringkas, “Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yakobus 1:19). Ketiga gagasan ini—cepat mendengar, lambat berkata-kata, dan lambat untuk marah—mendapat tempat sangat penting dalam pengalaman Yakobus menjalani hidup yang saleh. Mari kita mempelajarinya satu per satu.

Pertama, Yakobus mendorong kita untuk lebih cepat mendengar daripada cepat berbicara. Di dalam hidup ini, sering kali ketika seseorang mengucapkan sesuatu yang merugikan, menyinggung, atau merendahkan kita, kita cenderung ingin lekas membalas—seperti prinsip “mata ganti mata,” dengan cepat kita membalas perkataan menyakitkan dengan perkataan menyakitkan lainnya. Meski demikian, hikmat dari Allah mengajarkan kita untuk lebih sigap mendengar daripada sigap berbicara (lihat Amsal 29:20; Pengkhotbah 5:1).

Kedua, ketika kita berbicara, kita perlu berhenti sejenak dan mencermati perkataan kita. Jika kita ingin melakukan apa yang diperintahkan Yesus dan benar-benar mengasihi sesama seperti Allah mengasihi mereka, kita perlu mempertimbangkan apakah perkataan kita menunjukkan kasih dan penghargaan kepada orang lain. Bahkan ketika kita harus berbicara dengan tegas, lewat pertimbangan yang matang, ucapan kita akan lebih efektif memberikan dampak yang baik dalam diri orang lain.

Ketiga, sebagai dampak dari sikap cepat mendengar, kita menjadi lebih lambat untuk berbicara, dan juga lambat untuk marah. Kemungkinan yang dimaksudkan Yakobus adalah kemarahan yang terpendam dan diam-diam membara, yang mendorong orang membalas dendam terhadap sesamanya.

Meskipun Yakobus tidak memaksudkan ini sebagai langkah demi langkah menuju hidup yang bijak, ketiganya sangat berhubungan. Ketika seseorang marah, timbullah sikap yang berlawanan dengan kebenaran dan tidak menyenangkan hati Allah (Yakobus 1:20).

Yang menarik, Yakobus mengawali ayat 21 dengan “sebab itu” untuk menunjukkan apa tanggapan yang tepat terhadap masalah kemarahan dalam diri kita. Ia mendesak orang percaya untuk membuang “segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak,’ dan menerima firman Allah yang telah tinggal di dalam hati kita—firman yang menyelamatkan kita, baik dari dosa-dosa kita secara umum maupun dari pergumulan sehari-hari dengan kemarahan kita secara khusus. Kita perlu mengingat hal itu supaya kita bertumbuh dalam iman dan terus menjalani hidup dengan bijak!


Renungkan:

Apa saja yang dapat kita lakukan agar “cepat untuk mendengar” (Yakobus 1:19)?

Bagaimana kemarahan bisa merusak hidup kita?

comment

journal

share


writer1

Tentang Penulis

Douglas Estes (PhD, Nottingham) adalah lektor kepala dalam bidang Perjanjian Baru dan teologi praktika di South University. Beliau adalah editor jurnal teologi Didaktikos, dan kontributor tetap untuk topik seputar ilmu pengetahuan bagi Christianity Today. Douglas telah menulis atau menyunting delapan buku, sejumlah besar esai, artikel, dan tinjauan untuk berbagai terbitan umum maupun ilmiah. Beliau pernah melayani sebagai gembala gereja selama enam belas tahun.

Penulis Seri Perjalanan Iman:

Seri Perjalanan Iman®  adalah materi terbitan Our Daily Bread Ministries.

Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang.

Hak dan Izin  |  Syarat dan Ketentuan  |  Kebijakan Privasi