Amsal
oleh David CookPasal ini berisi banyak pelajaran dan pengamatan tentang hidup berhikmat dan saleh. Mari kita memperhatikan beberapa di antaranya:
Pertama, kuasa perkataan yang dapat membangun atau melukai—dan pengaruhnya terhadap yang berbicara—adalah sebuah tema yang menonjol (Amsal 12:6,13-14,17-19,22). Terkait dengan penekanan ini adalah kebijaksanaan untuk mengetahui kapan sebaiknya kita berbicara dan kapan kita perlu diam saja (ay.23). Orang berhikmat berupaya memberkati orang lain dan mengatakan kebenaran (ay.17-18), sedangkan orang fasik berupaya menghancurkan dan menyesatkan (ay.6,17-18). Orang bodoh mengaanggap dirinya pintar (ay.15), sementara orang berhikmat menyadari kekurangannya sehingga ia suka mendengarkan nasihat (ay.15).
Kedua, pentingnya perkataan juga tampak dalam pengamatan bahwa Tuhan membenci dusta dan tipu daya, tetapi senang akan kebenaran (ay.22). Rasul Paulus menggambarkan Dia sebagai Allah “yang tidak berdusta” (Titus 1:2).
Ketiga, kenyataan lebih penting daripada penampilan (Amsal 12:9). Lebih baik menjadi orang kecil tetapi bisa menghidupi diri sendiri, daripada tampil seperti pembesar padahal tidak punya apa-apa. Sungguh kontras dengan desakan masa kini yang mementingkan “pencitraan”!
Keempat, orang berhikmat menyadari perlunya menjalin hubungan-hubungan yang benar, termasuk dengan ciptaan Allah, maka ia peduli terhadap hewannya (ay.10). Karena orang benar mementingkan semua yang ada di sekitarnya—termasuk hewan peliharaan dan ternaknya—kita bisa melihat karakter seseorang dari sikapnya terhadap hewan. Tokoh reformasi sosial Inggris, Rowland Hill, merangkumnya dengan baik: “Saya tidak peduli terhadap pertobatan seseorang jika anjing dan kucingnya tidak terpelihara dengan baik.”
Kelima, tema lain yang menonjol adalah penguasaan diri (ay.16; bandingkan 29:11). Orang yang menguasai diri tidak mudah merasa terhina dan sanggup menolak perilaku impulsif (lihat 13:3,16). Penguasaan diri, yang datang dari Roh Kudus, paling jelas terlihat ketika kita tersinggung atau berada dalam keadaan ingin melampiaskan kemarahan.
Keenam, kerajinan dan kerja keras sangatlah berharga (12:11,14,24,27). Kerja keras membawa hasil; orang malas hanya akan terjebak dalam kerja paksa (ay.24) dan kemiskinan (10:4). Amsal 12:27 membandingkan upaya yang dikerahkan oleh orang rajin dengan orang malas. Si pemalas bahkan tidak mau memasak apa yang telah ia tangkap untuk dimakannya sendiri, sedangkan yang rajin mengerjakan apa yang diperlukan demi mengisi perutnya. Ini bisa menjadi perbandingan antara mereka yang terlalu cepat menyerah dan mereka yang bertekun sampai akhir—dan karenanya pantas menerima upah.
Sungguh suatu kehormatan untuk menerima hikmat-hikmat ini dari pikiran Allah, sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat ini! Orang benar dan berhikmat akan belajar dari segala pengamatan dan pelajaran ini. Jadi, maukah Anda menerapkannya pada perkataan, perilaku, dan karakter Anda hari ini?
Amsal 12:1 mengatakan bahwa “siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu.” Bagaimana hal ini berlaku dalam kehidupan Anda sendiri?
Bagaimana Anda bisa menerapkan apa yang diajarkan Amsal 12 tentang pentingnya perkataan, bahaya pencitraan, kepedulian terhadap ciptaan, penguasaan diri, dan kerja keras? Manakah yang paling sulit Anda terapkan?
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)