Amsal
oleh David CookDalam drama berjudul Othello, Shakespeare menyebut iri hati sebagai “monster bermata hijau”. Tokoh Puritan, Richard Baxter, juga memperingatkan agar kita tidak iri terhadap anugerah Allah dalam diri orang lain—yakni ketika seseorang lebih memilih Injil tidak diberitakan daripada melihat Allah bekerja melalui orang lain.
Dalam Amsal 27:1-4, Salomo menguraikan daftar dosa yang berujung pada kecemburuan. Pertama-tama, ia mengawali dengan peringatan terhadap keangkuhan, yang menunjukkan dirinya dalam bentuk pujian pada diri sendiri (ay.1-2). Orang yang angkuh percaya bahwa ia mengetahui dan mengendalikan masa depan, dan membual tentang apa yang akan ia lakukan (ay.1) dan tentang apa yang telah ia lakukan (ay.2).
Salomo juga memperingatkan agar kita tidak berlebihan menanggapi ucapan penghinaan dari orang bodoh, dengan membandingkannya seperti batu dan pasir, yang berat dan sulit untuk dipegang dan dibawa (ay.3). Perbandingan ini menunjukkan sifat dari ucapan orang bodoh yang tak tertahankan, sehingga dapat membuat kesal dan memancing orang untuk marah. Peringatan berikutnya mengenai kemarahan (ay.4). Kebencian dan kemarahan itu buruk, tetapi kecemburuan—rasa dengki terhadap kemampuan dan harta orang lain—adalah yang terburuk.
Meski panas hati itu kejam (karena bisa merusak) dan amarah sulit dikendalikan, kecemburuan lebih lagi. Kecemburuan, yang bersuka atas kegagalan orang lain dan berduka atas keberhasilan mereka, menghancurkan orang yang cemburu maupun yang dicemburui. Kecemburuan meracuni pikiran seseorang dan mengaburkan pertimbangannya, dan dapat mendorongnya melakukan tindakan yang tidak terkendali. Kecemburuan mengakibatkan saudara-saudara Yusuf memukulnya dan menjualnya sebagai budak (Kejadian 37:8-10, Kisah Para Rasul 7:9), serta membuat para pemimpin Yahudi menyerahkan Yesus untuk dihukum mati (Matius 27:18). Amsal 14:30 mengajarkan bahwa “iri hati membusukkan tulang”; C. H. Spurgeon berkata, “Orang yang iri hati meracuni hidangan perjamuan dan kemudian ikut duduk untuk menyantapnya.”
Namun, mengapa Allah menyebut diri-Nya sebagai Allah yang cemburu (Keluaran 20:5)? Alkitab membedakan kecemburuan dalam dengki (cemburu terhadap orang lain) dan kecemburuan Allah (kecemburuan yang pantas untuk menerima kasih dan pengabdian umat-Nya) seperti kecemburuan seorang pria untuk menerima kasih istrinya (Bilangan 5:11-31).
Bagaimana kita bisa menjaga diri dari kesombongan dan kecemburuan?
Salomo mengamati sifat cemburu yang merusak dan tidak terkendali itu tanpa menawarkan solusinya. Perjanjian Baru memerintahkan kita untuk membuang rasa cemburu dan dengki seperti sekumpulan pakaian lama, karena itu adalah bagian dari hidup yang lama (Galatia 5:21; Kolose 3:8-9). Titus 3:3 juga mengingatkan kita bahwa setelah diselamatkan dari hidup lama dalam kejahatan dan kedengkian, kita harus sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan baik (ay.8).
Obat dari rasa dengki adalah rasa cukup. Menurut Paulus, itu adalah sesuatu yang harus kita pelajari. Filipi 4:12 menggambarkan rasa cukup—baik dalam kelimpahan maupun kekurangan—seperti ini: “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.”
Bagaimana Anda bisa mengingatkan diri sendiri untuk terus mengandalkan kedaulatan dan rencana Allah setiap hari—dan bukan kemampuan Anda sendiri?
Renungkan saat-saat ketika Anda mungkin merasa iri terhadap kemampuan dan prestasi orang lain. Mintalah Allah untuk menolong Anda belajar memiliki rasa cukup.
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)