Filipi
oleh David SanfordDalam bacaan hari ini, Paulus mengungkapkan kasih dan rasa syukurnya kepada jemaat Filipi. Ia juga mendorong mereka untuk mengikuti teladannya, yakni dengan merasa cukup dalam setiap keadaan.
Pertama, Paulus menasihati mereka untuk mengikuti cara hidup dan ajarannya. Dengan menerapkan hal itu, “Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu,” demikian katanya (Filipi 4:9). Inilah cara kedua untuk merasakan damai sejahtera Allah, di samping nasihat sebelumnya yaitu berdoa dengan ucapan syukur (ay.6-7).
Kedua, Paulus mengungkapkan sukacitanya atas pemberian dari jemaat Filipi yang dibawa oleh Epafroditus. Persembahan tersebut menunjukkan bahwa “pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku” (ay.10). Paulus menambahkan bahwa ia tahu kalau mereka memang selalu memperhatikan kebutuhan Paulus, tetapi selama bertahun-tahun tidak ada kesempatan untuk menunjukkannya.
Yang ketiga, Paulus menyampaikan dua hal yang merupakan sebab akibat. Ia tidak berkekurangan karena “telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan,” katanya (ay.11).
Seperti orang Farisi lainnya, Saulus (nama Yahudi Paulus) mungkin adalah orang kaya yang cinta uang (lihat Lukas 16:14). Namun, sebagai rasul, Paulus berulang kali kehilangan harta bendanya karena pencurian, kerusuhan, dipenjara, dan kapal yang karam. Paulus berkata, “Aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian” (2 Korintus 11:23-27). Karena itu, Paulus terus bekerja keras guna memenuhi kebutuhannya sendiri dan kebutuhan orang lain (Kisah Para Rasul 18:3; Efesus 4:28; 1 Tesalonika 4:11-12; 2 Tesalonika 3:6-15).
Perkataan itu bukan hanya teori belaka, karena Paulus menghidupi apa yang ia tulis—selama berpuluh-puluh tahun. Saya dan istri pernah mengalaminya juga. Karena kemerosotan ekonomi hebat di Amerika Serikat dan kecurangan yang dilakukan oleh tiga perusahaan, kami kehilangan segalanya: perusahaan, tabungan, bahkan rumah. Namun, karena sebelumnya kami telah mengingat, merenungkan, dan menerapkan empat ayat tadi, kami tidak dikuasai oleh kecemasan, amarah, maupun kepahitan. Sebaliknya, kami merasa sangat cukup di tengah kesulitan itu dan sesudahnya. Jadi, apa yang dijalani Paulus juga bisa kami jalani.
Paulus jelas tidak menentang kekayaan, “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan” (Filipi 4:12). Seperti Paulus, kita akan mengalami rasa cukup jika fokus kita setiap hari adalah menyembah, menaati, dan menjalani hidup bagi Tuhan.
Satu pemberian yang ingin saya sampaikan kepada setiap orang Kristen adalah keyakinan bahwa “Ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar” (1 Timotius 6:6).
Hidup saleh berarti bersyukur kepada Allah atas diri-Nya dan hidup dengan keyakinan bahwa memiliki Dia saja sudah cukup. Dengan pengertian tersebut, apa arti “cukup” bagi Anda?
Pernahkah Anda menyaksikan orang yang hidup dengan rasa cukup akan Tuhan selama beberapa tahun ini? Apa yang bisa Anda teladani dari mereka?
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)