Rut
oleh Sim Kay TeeKarya William Shakespeare berjudul A Midsummer Night’s Dream bercerita tentang sepasang kekasih yang meratapi kenyataan bahwa cinta sejati pasti akan menghadapi banyak tantangan besar, terutama ketika pasangan tersebut berasal dari etnis, budaya, dan latar belakang sosial yang berbeda. Seperti itulah kisah cinta Rut dan Boas, bahkan lebih daripada itu.
Jika Boas memang mau menikahi Rut (Rut 3:11), mengapa ia tak segera melamarnya? Menurut beberapa pakar Alkitab, mungkin saja karena Boas yang satu generasi dengan Naomi (2:1) tidak yakin bahwa Rut yang berusia jauh lebih muda akan mau menikahinya. Barangkali ia mengira Rut akan menikah dengan pria lain di Betlehem yang lebih muda (3:10). Mungkin ia merasa tak lagi masuk hitungan. Namun, Boas keliru.
Kendala kedua yang lebih rumit adalah soal hukum. Menurut adat levirat yang berlaku, orang yang paling berhak menikahi Rut adalah kerabat terdekat (Ulangan 25:5-10). Boas berada di urutan kedua (Rut 3:12-13). Di kota itu, ada kerabat lain yang lebih dekat sehingga ia lebih berhak mendapatkan Rut dan tanah milik Elimelekh. Sebagai orang yang berintegritas, Boas akan menunggu kerabat itu bertindak. Ia tak mau melanggar hukum Musa dengan melangkahi peraturan. Ketaatannya kepada hukum Allah itu menunjukkan betapa ia tunduk kepada-Nya. Inilah salah satu alasan mengapa Boas disebut “kaya dan terpandang” (2:1 BIS). Namun, karena Rut mengajukan persoalan itu, Boas pun perlu menemui kerabat yang lebih dekat tersebut dan memintanya untuk segera membuat keputusan. Boas seorang yang murah hati. Ia bersedia menjadi penebus walaupun secara hukum tak wajib melakukannya (3:13).
Dengan menangani persoalan tersebut secara benar, sebenarnya ada kemungkinan Boas dan Rut akan kehilangan segalanya: Rut ditebus dan diperistri oleh saudara dari keluarga suaminya sehingga ia dan Boas tak bisa bersatu. Barangkali, cara “kotor” Naomi lebih membawa hasil!
Ada pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini. Kehendak Allah haruslah dikerjakan dengan cara-Nya, dan cara Allah akan menjaga kita tetap berada dalam kehendak-Nya. Cara Allah menuntut ketaatan kepada firman-Nya; jalan pintas itu berbahaya dan mematikan. Memang, ketaatan kepada Allah sering kali mahal harganya. Belajar bertindak dengan hati-hati dan tidak sembrono adalah sikap yang bijaksana sekaligus bermoral. Godaan untuk mengambil pilihan yang paling mudah dan cepat tetapi melanggar perintah Allah akan selalu kita hadapi.
Setujukah Anda bahwa “kehendak Allah haruslah dikerjakan dengan cara-Nya”? Ya atau tidak, dan mengapa? Bagaimana kita dapat mengetahui kehendak dan cara Allah?
Bagaimana pandangan kita yang pragmatis dapat mempengaruhi ketaatan kita kepada firman Tuhan?
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)