Rut
oleh Sim Kay TeeSetelah menghadiri banyak pesta pernikahan, bisa dikatakan saya tidak terlalu menikmati rangkaian acaranya yang begitu-begitu saja. Meski demikian, ada satu bagian yang sebenarnya saya sukai, yakni saat pasangan menceritakan kisah unik mereka kepada para tamu undangan tentang pertemuan pertama mereka, kapan mereka jatuh cinta, dan terutama pengalaman mereka mengatasi rintangan yang ada hingga pada akhirnya mereka bersatu.
Kisah Boas dan Rut sekarang telah mencapai titik penentu. Menikah atau tidaknya mereka bergantung pada keputusan pihak ketiga, yakni kerabat yang lebih dekat (Rut 3:12-13). Boas tidak berkuasa menentukan apa yang akan terjadi.
Dengan tekad bulat, Boas menjalankan misinya. Karena ingin perkara tersebut segera diselesaikan, dari tempat pengirikan, ia langsung menuju ke kota untuk mencari orang yang berada di antara dirinya dan Rut. “Pintu gerbang” (4:1), yaitu ruang yang membatasi bagian luar kota dengan bagian dalam dinding kota dan gerbangnya, berfungsi sebagai alun-alun kota sekaligus pengadilan. Pintu gerbang adalah pusat kegiatan kota, tempat urusan bisnis dan masyarakat diselesaikan di hadapan para penatua kota (Ulangan 21:19; 22:15; 25:7, Amsal 31:23,31).
Ketika Boas tiba di pintu gerbang, Alkitab mencatat “kebetulan lewatlah penebus yang disebutkan Boas itu“ (Rut 4:1). “Kebetulan” itu sudah diatur oleh Allah. Kita telah membaca sebelumnya bagaimana “kebetulan [Rut] berada di tanah milik Boas . . . lalu datanglah Boas” ke sana pada waktu bersamaan (2:3-4). Tangan pemeliharaan Allah saja yang mengatur seluruh kisah tersebut.
Sang penebus mempunyai dua kewajiban terpisah atas tanah pusaka Elimelekh. Pertama, terkait dengan Naomi, ia harus melindungi harta milik Elimelekh (Imamat 25:25-28). Kedua, terkait dengan Rut, ia harus menikahi janda Mahlon itu untuk melanjutkan garis keturunan dari sang suami yang telah mati (Ulangan 25:5-10). Hukum Musa tidak mengharuskan perbuatan menikahi janda itu dilakukan bersamaan dengan penebusan tanah. Namun, Boas meminta kerabat dekat tadi untuk melakukan keduanya sekaligus, dab tampaknya itulah praktik yang lazim serta dianggap terhormat pada saat itu. Dengan mengaitkan keduanya, kerabat itu harus siap memikul tanggung jawab keuangan yang lebih berat. Mungkin Boas ingin mendesak sampai batas mana kerabat dekat tersebut mau bertindak. Barangkali itu merupakan bagian dari strategi Boas dalam bernegosiasi.
Dengan cerdik, Boas mengajukan masalah penebusan tanah terlebih dahulu. Karena Naomi tidak mempunyai anak lelaki lagi sebagai ahli waris, maka tanah tersebut akan segera menjadi milik sang kerabat. Secara keuangan, hal itu menguntungkan, sehingga kerabat tadi langsung saja setuju membeli tanahnya.
Jawaban sang kerabat, “Aku akan menebusnya” (Rut 4:4) merupakan berita buruk bagi Boas. Sebagai orang yang berintegritas, Boas telah menangani hal tersebut dengan cara terhormat. Namun, karena ingin melakukan yang benar, ia sekarang berada dalam posisi yang kurang menguntungkan. Boas berisiko kehilangan segalanya, termasuk Rut.
Boas sangat teguh memegang Taurat Tuhan (Rut 4:4) walaupun hal itu berpotensi menimbulkan kerugian baginya. Akankah Anda tetap taat kepada perintah Allah walaupun hal itu akan mendatangkan kerugian? Mengapa?
Apakah Boas memang berharap kerabat terdekat itu mau menebus tanah pusakanya? Ya atau tidak, dan mengapa? Kira-kira bagaimana perasaan Boas saat kerabat itu setuju menebus tanah tersebut bagi Naomi?
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)