Rut

oleh Sim Kay Tee

Hari 7

Baca Rut 1:19-22

Sebuah teknologi untuk mengenali pertambahan usia telah dipakai untuk memecahkan kasus kejahatan dan menemukan orang hilang. Perangkat lunak inovatif itu juga dipakai untuk meramalkan tampilan seseorang di masa depan sebagai dampak dari kebiasaan seperti minum minuman keras, merokok, diet, olahraga, dan stres. Seandainya diterapkan pada Naomi, perangkat lunak ini akan memperlihatkan bahwa ujian-ujian hidupnya yang berat telah begitu membebaninya, sehingga ia tampak lebih tua daripada usia sesungguhnya.

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam penderitaan kita, Allah mengundang kita untuk menumpahkan kekecewaan, bahkan amarah kita kepada Dia.

Ketika Naomi dan Rut masuk Betlehem, “gemparlah seluruh kota itu karena mereka” (Rut 1:19). Betlehem adalah kota kecil (Mikha 5:1), sehingga warganya masih ingat kepada Naomi, bahkan setelah lama tidak berjumpa. Namun, pertanyaan mereka, “Naomikah itu?” (Rut 1:19) menunjukkan bahwa ia hampir tak dapat dikenali lagi. Penampilannya berubah drastis karena penderitaan.

Alkitab mengisahkan orang-orang yang namanya diganti untuk mencerminkan perubahan kondisi mereka (misalnya Kejadian 32:28; 35:18; Daniel 1:7). Nama Abram dan Sarai diganti menjadi Abraham dan Sara untuk menyatakan bahwa mereka akan memiliki keturunan yang tak terhitung banyaknya (Kejadian 17:5,15). Orangtua Naomi memberinya nama yang indah, artinya “manis” atau “menyenangkan”. Mungkin itulah sifat yang membuat kedua menantu perempuan Naomi tertarik kepadanya. Namun, sekarang Naomi ingin mengganti namanya menjadi “Mara” untuk mencerminkan kehidupannya yang pahit (Rut 1:20). Ia menyalahkan Allah atas kesengsaraannya: “Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku . . . Yang Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku” (1:20-21).

Apakah tuduhan Naomi terhadap Allah itu keliru atau menghujat? Mungkin tidak. Naomi menyebut “Yang Mahakuasa” (Shaddai dalam bahasa Ibrani), nama yang dipakai Allah sendiri saat menampakkan diri kepada Abraham dan Yakub untuk menyatakan berkat perjanjian yang besar; hanya Allah yang berkuasa memenuhi janji-janji seperti itu (misalnya Kejadian 17:1; 35:11).9 Dengan menyebut “Yang Mahakuasa,” Naomi mengakui kedaulatan Allah dalam kehidupannya; bahwa tragedi yang dialaminya bukan kebetulan, melainkan ada tangan Allah bekerja di balik semua itu. Sekarang, di Tanah Perjanjian, meskipun muram, Naomi menyerahkan sisa hidupnya kepada “El Shaddai” dengan percaya bahwa Dia akan memenuhi janji-janji-Nya.

Dengan mengatakan bahwa Allah “telah melakukan banyak yang pahit” kepada dirinya (Rut 1:20), Naomi sedang menunjukkan “kebebasan iman” yang memampukannya untuk berbicara jujur dan gamblang.10 Naomi bukan orang percaya pertama yang melakukannya. Ratusan tahun sebelumnya, Ayub bahkan lebih lugas lagi. “Allah telah berlaku tidak adil terhadap aku,” katanya untuk menuduh Allah (Ayub 19:6). Para pemazmur pun berbicara langsung kepada Allah dengan keterusterangan yang apa adanya (Mazmur 22:1-3; 38:1-4; 42:10-11; 90:7; 102:11).

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam penderitaan kita, Allah mengundang kita untuk menumpahkan kekecewaan, bahkan amarah kita kepada Dia. Alih-alih mengeluh tentang Tuhan kepada orang lain, keluhan yang diarahkan kepada Allah menjadi terapi sekaligus tindakan rohani yang baik bagi jiwa kita. Allah memberi ruang bagi kita untuk membuka diri apa adanya dan menyampaikan dengan jujur apa yang kita rasakan tentang Dia. Lagipula, memang Dia sudah mengenal kedalaman hati kita (Mazmur 139:4).

Kepulangan Naomi mengakhiri serangkaian keputusan buruk dan ketidaktaatan yang selama ini dijalaninya. Kepulangannya “pada permulaan musim menuai jelai” (Rut 1:22) menjadi awal yang baru baginya, dan membuka kemungkinan bagi hal-hal yang baik di masa mendatang. Tak lama lagi, ia akan melihat bahwa salah satu berkat Allah yang terindah baginya adalah Rut, menantunya.

9 Warren Baker dan Eugene Carpenter, Complete Word Study Dictionary: Old Testament (Chattanooga, TN: AMG, 2003), s.v. “H7706”.
10 Fredric W. Bush, Ruth–Esther, vol. 9, Word Biblical Commentary (Dallas, TX: Word, 1998), 95–96.

Renungkan:

Apakah Naomi berdosa ketika ia menyalahkan Allah sebagai penyebab kepahitan dan kesengsaraan hidupnya (Rut 1:20-21)? Ya atau tidak, dan jelaskan alasan di balik jawaban Anda. Setujukah Anda bahwa Allah mengundang kita untuk mencurahkan rasa frustrasi kita kepada-Nya? Mengapa?

Siapakah orang seperti Rut dalam kehidupan Anda, yang tetap setia di tengah penderitaan hidup Anda? Bagaimana Anda bisa menjadi seperti Rut bagi orang lain pada masa kekurangan dan kesesakan yang mereka alami?

comment

journal

share


Seri Perjalanan Iman®  adalah materi terbitan Our Daily Bread Ministries.

Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang.

Hak dan Izin  |  Syarat dan Ketentuan  |  Kebijakan Privasi