Rut
oleh Sim Kay TeeMenurut dua survei regional tahun 2017 yang melibatkan kurang lebih delapan negara, hampir setengah dari jumlah pekerja Singapura merasa tidak bahagia karena berbagai persoalan dengan atasan mereka. Jadi, tidak mengherankan jika para pekerja Singapura adalah kelompok yang paling tidak termotivasi di Asia, bukan?13 Tipe atasan mempengaruhi sikap kerja kita. Barangkali, atasan yang menyebalkan menjadi salah satu penyebab rasa letih pada Senin pagi?
Saat Rut sedang memungut bulir jelai, Boas datang ke ladangnya untuk melihat perkembangan panen. Kata “lalu” (Rut 2:4) menunjukkan pemeliharaan dan waktu yang ditentukan Allah, karena tibanya Rut dan Boas secara bersamaan bukanlah suatu kebetulan.
Tak seperti para tuan tanah pada zaman itu, Boas terlebih dahulu menyapa para pekerjanya. Hal ini langsung menyingkapkan karakternya—seorang pria saleh dan rendah hati dengan pembawaan yang penuh kebajikan. Bukan sapaan umum seperti “Damai, shalom,” salam dari Boas adalah “Tuhan kiranya menyertai kamu” (2:4). Ini menunjukkan bahwa ia adalah seseorang yang percaya bahwa iman kepada Allah sepatutnya tampak dalam pekerjaan sehari-hari. Iman kepada Allah itu aktif dan nyata dalam kehidupan Boas. Berapa banyak di antara kita memiliki atasan yang mau menyapa lebih dahulu dan memberkati kita dengan cara seperti itu? Para pekerja pun membalas sapaannya dengan hangat, memperlihatkan betapa mereka menghormati dan mengasihi sang atasan.
Boas memperhatikan wajah-wajah orang asing dan miskin yang datang ke ladangnya untuk memungut bulir jelai. Dalam kepedulian terhadap mereka, ia pun bertanya tentang Rut (2:5). Sekali lagi ditekankan, “Dia adalah seorang perempuan Moab, dia pulang bersama-sama dengan Naomi dari daerah Moab” (2:6). Perhatikan bagaimana sang mandor menegaskan bahwa Rut adalah orang asing!
Walaupun hukum Taurat memberinya hak untuk memungut sisa hasil panen, Rut tidak lancang. Sebagai orang asing, ia tahu bahwa dirinya tak berhak menuntut siapa pun. Sebaliknya, dengan penuh hormat ia meminta izin untuk memungut bulir jelai yang tersisa (2:7).
Selepas kemarau panjang, pemilik tanah cenderung menuai sampai habis tanpa membiarkan pemungut mana pun datang ke ladang mereka. Namun, sang mandor tahu bahwa Boas akan setuju kalau orang miskin, bahkan orang asing seperti Rut, memungut sisa panen di ladangnya. Ia tidak mengusir Rut. Sekalipun mengandalkan pemeliharaan Allah, Rut tetap mengerjakan bagiannya, terbukti dari perkataan sang mandor bahwa ia bekerja dengan giat, “dari pagi sampai sekarang dan seketikapun ia tidak berhenti” (2:6-7). Perkataan mandor tentang Rut itu menunjukkan karakter Rut yang sopan, penuh hormat, dan rajin.
Inilah dua orang yang berbeda, masing-masing berada pada spektrum ekonomi dan sosial yang bertolak belakang. Boas, orang Israel, pemilik tanah yang kaya dan berpengaruh. Rut, janda Moab yang miskin. Namun, keduanya menunjukkan karakter yang sama: iman yang nyata dan aktif kepada Allah dalam kehidupan mereka. Keduanya sama-sama mengetahui hukum Allah dan melakukannya dengan taat. Keduanya berupaya hidup dengan takut akan Tuhan. Seiring perkembangan kisah mereka, bertambahlah rasa hormat mereka kepada satu sama lain, juga cinta.
Tampaknya, Boas berjumpa dengan Rut secara “kebetulan” (lihat Rut 2:4). Apakah Anda percaya adanya “kebetulan”? Mengapa? Bagaimana cara mengenali karya tangan Allah dalam peristiwa-peristiwa kehidupan Anda?
Dalam berelasi dengan sesama, apa yang dapat kita pelajari dari Boas lewat caranya memperlakukan para pekerja dan orang asing?
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)