Yakobus

oleh Douglas Estes

Hari 20

Baca Yakobus 3:17-18

Sekarang kita membahas inti pesan dari Yakobus: hikmat. Bagi banyak orang, mencari hikmat adalah kunci kesuksesan di dunia. Di taman Eden, Hawa memakan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat karena ia ingin memiliki hikmat dan pengertian tanpa perlu meminta dari Allah (Kejadian 3:6). Salomo meminta hikmat dari Allah, dan permintaan itu berkenan kepada Allah (1 Raja-Raja 3:9). Sejumlah kitab dalam Alkitab juga berbicara soal hikmat, terutama kitab Amsal.

Hikmat adalah kesanggupan untuk menerapkan secara tepat apa yang kita ketahui kapan pun kita perlu bertindak.

Ketika memikirkan tentang hikmat, Yakobus mungkin telah membaca bagaimana Salomo muda memiliki hikmat yang tidak tertandingi, tetapi di akhir hidupnya ia memilih mengikuti kebodohan manusia. Yakobus mengenal baik perkembangan hikmat dalam kitab Amsal, Pengkhotbah, dan mungkin karya-karya Yahudi lainnya seperti Sirakh (sebuah kitab populer yang mengikuti pola kitab Amsal dan ditulis 200 tahun sebelum kelahiran Yesus). Yakobus juga telah mendengar saudaranya, Yesus, berbicara dengan penuh hikmat.

Apa itu hikmat? Hikmat adalah kesanggupan untuk menerapkan secara tepat apa yang kita ketahui kapan pun kita perlu bertindak. Contoh paling terkenal terdapat di 1 Raja-Raja 3:16-28, ketika Salomo menerapkan pemahamannya tentang kedalaman kasih seorang ibu untuk menentukan bagaimana dua orang yang sedang bertikai akan bertindak dalam situasi tertentu. Penting untuk diingat bahwa dari sudut pandang Alkitab, hikmat sejati tidak datang dari usia, pengalaman, pendidikan, atau kecerdasan. Hal-hal itu dapat menghasilkan semacam hikmat, tetapi bukan hikmat yang sejati. Mengapa? Karena—Alkitab berulang kali menjelaskan hal ini—hikmat sejati berasal dari Allah (misalnya Amsal 1:7). Sebagai orang percaya, kita mungkin memiliki semacam hikmat dari pengalaman hidup kita, tetapi apa yang benar-benar kita ingin dan butuhkan adalah hikmat sejati yang berasal dari Allah saja.

Dalam 3:17-18, Yakobus menolong para pembacanya untuk memahami sejumlah karakteristik dari hikmat, sehingga mereka dapat menentukan jenis hikmat apa yang mereka lihat pada diri orang lain (dan pada diri mereka sendiri).

Pertama dan yang terutama, hikmat dari Allah itu “murni,” artinya suci dan tidak kekurangan dalam hal apa pun (ay.17). Sama seperti diri Allah itu utuh dan lengkap pada hakikat-Nya, demikian pula hikmat-Nya utuh dan lengkap pada hakikat-Nya. Hikmat Allah itu cukup bagi kita (Matius 4:4; Ulangan 8:3).

Hikmat dari Allah juga “pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik” (Yakobus 3:17). Perhatikan bagaimana masing-masing sifat ini berkebalikan dengan hikmat yang didorong oleh rasa iri hati dan keinginan mementingkan diri sendiri (ay.14). Jika Anda melihat seseorang dengan sifat-sifat tersebut, itulah tanda yang pasti bahwa hikmat mereka berasal dari Tuhan.

Yakobus menutup bagian ini dengan pernyataan tentang para pencinta damai, yang dalam hal ini memiliki hikmat dari Allah dan tahu bagaimana menghadapi tantangan yang dikemukakan Yakobus di pasal 4. Di tengah terjangan badai kehidupan, para pencinta damai ini akan membawa ketenangan kepada orang lain sehingga kesalehan dapat berakar dan bertumbuh.

Dalam perjalanan hidup kita, ada saja orang-orang yang mencoba untuk mempengaruhi kita dengan mengaku sebagai orang yang berhikmat dan berpengetahuan. Kita harus menyadari ada dua jenis hikmat di dunia ini—yang patut kita ikuti, dan yang harus kita tolak—agar kita tidak mendua hati (1:8). Marilah meminta kepada Allah untuk memberi kita hikmat yang diperlukan untuk tetap setia dalam segala hal yang Dia ingin kita lakukan. Dia akan memberikan hikmat itu dengan murah hati, karena setiap pemberian yang baik dan sempurna datang dari Dia (1:17).


Renungkan:

Di dalam dunia yang dipenuhi bermacam-macam pengetahuan, mengapa memiliki hikmat menjadi begitu penting?

Bagaimana kita dapat mengenali dan membedakan jenis hikmat yang digunakan orang-orang di dunia?

comment

journal

share


writer1

Tentang Penulis

Douglas Estes (PhD, Nottingham) adalah lektor kepala dalam bidang Perjanjian Baru dan teologi praktika di South University. Beliau adalah editor jurnal teologi Didaktikos, dan kontributor tetap untuk topik seputar ilmu pengetahuan bagi Christianity Today. Douglas telah menulis atau menyunting delapan buku, sejumlah besar esai, artikel, dan tinjauan untuk berbagai terbitan umum maupun ilmiah. Beliau pernah melayani sebagai gembala gereja selama enam belas tahun.

Penulis Seri Perjalanan Iman:

Seri Perjalanan Iman®  adalah materi terbitan Our Daily Bread Ministries.

Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang.

Hak dan Izin  |  Syarat dan Ketentuan  |  Kebijakan Privasi