Yakobus

oleh Douglas Estes

Hari 25

Baca Yakobus 4:13-17

Untuk mendorong pembacanya hidup berhikmat, Yakobus sekali lagi menyajikan skenario pengandaian—kali ini tentang hidup yang terbuang sia-sia.

Daripada berkata bahwa kita akan pergi dan melakukan apa yang kita ingini (Yakobus 4:13), Yakobus menganjurkan agar kita berbicara tentang rencana kita sesuai dengan kehendak Allah atas hidup kita (ay.15).

Kita sering tergoda untuk menjalani hidup dengan hanya memikirkan saat ini dan menikmati prestasi kita. Kita sibuk bekerja, mengambil waktu beristirahat, dan tidak terlalu mengkhawatirkan kebutuhan orang lain, bahkan masa depan kita sendiri (Yakobus 4:13). Godaan itu dialami sejak masa lampau hingga saat ini.

Jawaban Yakobus terhadap sikap itu adalah “sia-sia.” Tidak ada yang tahu “apa yang akan terjadi besok” (ay.14). Oleh karena itu, menyusun rencana semata-mata berdasarkan keinginan dan minat yang bersifat sementara adalah ide yang buruk. Yakobus mengemukakan pertanyaan yang membuka banyak kemungkinan jawaban (ay.14) agar pembacanya sungguh-sungguh memikirkan apa “arti hidup” itu sendiri. Ia lalu mengemukakan sesuatu yang tidak ingin diakui siapa pun: Hidup kita sekarang bisa saja lenyap esok.

“Karena siapakah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia sepanjang waktu yang pendek dari hidupnya yang sia-sia, yang ditempuhnya seperti bayangan?” kata Salomo (Pengkhotbah 6:12). Yakobus menyetujui pernyataan tersebut. Namun, meskipun orang merasakan hal yang sama, Allah tetap mempunyai rencana bagi setiap kita.

Ada jawaban bagi keadaan tersebut. Daripada berkata bahwa kita akan pergi dan melakukan apa yang kita ingini (Yakobus 4:13), Yakobus menganjurkan agar kita berbicara tentang rencana kita sesuai dengan kehendak Allah atas hidup kita (ay.15). Kerendahan hati yang saleh seperti ini sangat bertolak belakang dengan keangkuhan sifat manusia.

Jika dibaca sekilas, pernyataan ini tampak seperti permainan kata-kata. Apa bedanya jika kita berkata, “Saya akan pindah ke Antiokhia,” dengan “Jika Tuhan menghendakinya, saya akan pindah ke Antiokhia?” Namun, Yakobus meyakini bahwa perbedaannya sangat penting bagi orang yang ingin hidup berhikmat.

Pertama, jika kita hanya berbicara tentang apa yang akan kita lakukan berdasarkan keinginan kita sendiri, kita “memegahkan diri dalam congkak” tentang kekuatan kita sendiri (ay.16). Allah sendiri yang telah menempatkan kita di sini, pada masa kini dan di tempat ini, untuk suatu tujuan; jika kita menganggap itu tidak benar dan berbicara hanya tentang diri kita sendiri —“Saya akan melakukan ini dan itu”—kita sedang melenyapkan Allah dari hidup kita. Kita telah menempatkan diri kita sendiri lebih daripada yang sepatutnya.

Kedua, “semua kemegahan yang demikian adalah salah” (ay.16). Yakobus tidak mengatakan bahwa membanggakan diri itu salah (meskipun mungkin saja begitu), tetapi ia mengatakan kesombongan yang demikian adalah salah atau jahat. Alangkah salah dan jahatnya kita memegahkan diri seolah-olah Allah tidak mempunyai bagian dari kehidupan kita. Sebagai orang Kristen, kita tahu bahwa Allah rindu terlibat aktif dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun, saat menjalani hidup di dunia ini, mudah bagi kita untuk hidup sebagai “ateis praktis”, dengan bersikap seolah-olah Allah tidak ada. Sikap tersebut salah dan jahat, karena kita menyatakan kepada orang lain bahwa kita telah menolak kehadiran Allah dalam hidup kita.

Yakobus menutup dengan berkata, “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (ay.17). Bukan saja salah atau jahat bagi kita untuk hidup sebagai “ateis praktis”, kita juga berdosa jika kita hidup egois. Ketika kita hidup bagi diri kita sendiri, kita membuang-buang kesempatan untuk menyatakan kasih Allah kepada sesama melalui perkataan dan perbuatan kita.


Renungkan:

Bagaimana perkataan dan perbuatan kita bisa saja menyatakan kepada orang lain bahwa Allah bukanlah penguasa hidup kita?

Apa yang dapat menolong kita untuk tetap bersungguh-sungguh mencari Allah dan kehendak-Nya dalam perencanaan hidup kita?

comment

journal

share


writer1

Tentang Penulis

Douglas Estes (PhD, Nottingham) adalah lektor kepala dalam bidang Perjanjian Baru dan teologi praktika di South University. Beliau adalah editor jurnal teologi Didaktikos, dan kontributor tetap untuk topik seputar ilmu pengetahuan bagi Christianity Today. Douglas telah menulis atau menyunting delapan buku, sejumlah besar esai, artikel, dan tinjauan untuk berbagai terbitan umum maupun ilmiah. Beliau pernah melayani sebagai gembala gereja selama enam belas tahun.

Penulis Seri Perjalanan Iman:

Seri Perjalanan Iman®  adalah materi terbitan Our Daily Bread Ministries.

Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang.

Hak dan Izin  |  Syarat dan Ketentuan  |  Kebijakan Privasi