Yakobus
oleh Douglas EstesLawan dari mengasihi Allah adalah mengasihi diri sendiri. Ketika kita mengasihi diri sendiri, kita membiarkan egoisme berakar dalam hidup kita. Egoisme itu tumbuh dan menguasai cara kita berpikir (menjadi sumber hikmat kita) dan menjalani hidup (menjadi motivasi tindakan kita).
Yakobus membuka bagian ini dengan dua pertanyaan (Yakobus 4:1). Yang pertama bersifat terbuka, dan mendorong pembacanya untuk memikirkan alasan di balik “sengketa dan pertengkaran” (ay.1) bahkan di antara sesama orang Kristen. Pertanyaan kedua bersifat tertutup dan tidak untuk diperdebatkan. Pembaca didesak untuk mengakui sesuatu yang tidak ingin mereka akui: perselisihan kita dengan orang lain timbul karena adanya hasrat dalam hati kita sendiri. Hawa nafsu “yang saling berjuang di dalam” (ay.1) tubuh kita adalah tanda-tanda dari hati kita yang mendua—suatu pergumulan yang dihadapi oleh kita semua.
Dua pertanyaan tersebut menjadi pengantar bagi sejumlah skenario pengandaian yang disajikan Yakobus selanjutnya (ay.2). Yakobus melontarkan kata-kata tertajamnya dalam skenario-skenario ini.
“Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh.”
“Kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi.”
Dalam skenario-skenario ini, Yakobus menyiratkan bahwa egoisme tidak akan membuat kita mendapatkan apa yang kita inginkan, tetapi hanya membawa ketidakpuasan dan perselisihan. Penggunaan “kamu” di sini bersifat langsung. Bisa saja kita berpikir bahwa Yakobus sedang membahas situasi tertentu pada masanya, tetapi suratnya ditujukan untuk khalayak yang lebih luas (1:1). Skenario-skenario di atas sangat mungkin terjadi pada setiap dari kita.
Yakobus lalu menegur para pembacanya dengan sarkasme: “Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa” (4:2). Memang benar bahwa kita harus meminta segala sesuatu yang kita butuhkan kepada Allah, karena Dia ingin menyediakannya bagi kita. Namun, apakah Allah mau menyediakan hal-hal yang kita minta dalam hawa nafsu dan iri hati? Alasan kita tidak menerima apa yang kita inginkan adalah karena hati kita berpaut pada hal yang salah. Kita meminta bukan karena kebutuhan, melainkan karena hawa nafsu (ay.3). Jika kita bertujuan memuaskan hasrat dan nafsu kita yang tak terkendali, Allah takkan mengabulkan permintaan kita.
Sekali lagi, kata-kata Yakobus menggemakan—dan menerangkan—apa yang diajarkan Tuhan Yesus. Allah ingin memenuhi kebutuhan kita (Matius 7:7-11). Kita harus menghampiri Dia dengan penuh kepercayaan bahwa jika kita meminta apa yang kita butuhkan, Dia akan memberikannya (21:22). Pada zaman Yakobus, sebagaimana pada zaman kita sekarang, orang-orang mendengar kata-kata Yesus dan mencoba menerapkannya jauh melampaui maksud dari firman itu. Orang justru berdoa untuk “kebutuhan” yang menguntungkan diri mereka sendiri, bukan demi orang lain. Kita perlu meminta Allah untuk memenuhi kebutuhan kita dan juga untuk memenuhi kebutuhan orang lain (5:42).
Kita hidup di dunia yang mendorong kita untuk mengasihi dan mengutamakan diri sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan Yakobus, hal itu bertolak belakang dengan pesan Alkitab. Mengasihi orang lain jauh lebih baik daripada mengasihi diri sendiri. Melakukannya memang tidak mudah, tetapi itulah kehendak Allah, dan Dia akan memberi kita kekuatan untuk melakukannya.
Apa saja contoh dari hawa nafsu yang dapat menimbulkan konflik dalam kehidupan kita?
Bagaimana kita dapat membedakan keinginan dari kebutuhan, supaya kita dapat menghampiri Allah dengan benar?
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)