Yakobus
oleh Douglas EstesYakobus kembali berusaha membangun hubungan yang dekat dengan para pembacanya. Ia memerintahkan mereka: “Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi!” (Yakobus 2:5; lihat juga ay.1). Ia lalu melanjutkan diskusi tentang cara memperlakukan si kaya dan si miskin lewat empat pertanyaan (ay.5-7).
Dalam zaman Yakobus yang kuat dalam tradisi lisan, para penulis sering memakai serangkaian pertanyaan seperti itu untuk menegaskan maksud mereka kepada pembacanya. Kita mungkin tergoda untuk mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan itu, tetapi Yakobus ingin kita merenungkannya satu persatu dalam hati kita. Namun, ingat bahwa Yakobus tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara netral. Ia menggunakan gaya bahasa retorik untuk mendorong kita agar setuju dengan pernyataannya.
Dalam pertanyaan pertama, Yakobus ingin kita memikirkan apakah Allah memilih orang-orang miskin untuk menjadi “kaya dalam iman” dan “ahli waris Kerajaan” (ay.5; lihat Matius 5:3). Meskipun ini juga diajarkan Tuhan Yesus, mungkin kita masih bertanya: Mengapa orang miskin begitu bernilai di hadapan Allah? Secara praktis, orang yang miskin secara materi cenderung memiliki gangguan lebih sedikit dan kebutuhan yang lebih besar untuk mengandalkan Allah (lihat Matius 19:24). Sedikit banyak ada manfaat dari kemiskinan bagi jiwa.
Setelah pertanyaan tadi, Yakobus berujar, “Tetapi kamu telah menghinakan orang-orang miskin” (Yakobus 2:6). Bagian kalimat yang singkat ini menunjukkan bahwa ketika kita pilih kasih, kita menghina mereka yang sesungguhnya dikasihi Allah. Ada kejutan di sini: di ayat 6, “kamu” yang disebut Yakobus adalah mereka yang menghina orang miskin (misalnya dengan menyuruh mereka berdiri di belakang); tetapi di ayat yang sama, Yakobus juga mendorong pembacanya memikirkan bagaimana orang kaya pernah menindas “kamu.” Apakah Yakobus hendak menyatakan bahwa para pembacanya telah memperlakukan orang miskin dengan buruk meskipun mereka sendiri miskin? Betapa ironisnya jika orang percaya yang miskin justru menyakiti sesama mereka yang miskin!
Dalam dunia orang Kristen mula-mula, “miskin” dan “kaya” sering bermakna lebih dari sekadar soal materi. Kaya berarti “terhormat,” tetapi juga dapat mengandung arti orang yang korup. Demikian pula miskin tidak hanya berarti “tidak memiliki uang,” tetapi juga “rendah dan hina,” dan dapat pula berarti tidak menjadi bagian dari golongan yang korup. Banyak orang Kristen mula-mula yang kekurangan uang, tetapi mereka semua tidak ingin korup. Oleh karena itu, orang percaya tidak boleh menghina orang miskin dengan mengikuti pandangan dunia yang merendahkan kemiskinan dan menjunjung kekayaan.
Pertanyaan kedua sampai keempat berkaitan erat (ay.6-7). Tujuannya adalah untuk mendorong kita menyadari tindakan kita yang salah. Pada zaman kuno, orang kaya sering memperlakukan orang miskin dengan kejam, dan kebanyakan orang percaya pada zaman itu hidup dalam kemiskinan. Oleh karena itu, baik kaya atau miskin, orang percaya tidak boleh menerima perlakuan masyarakat yang merendahkan orang miskin.
Baik kaya atau miskin, kita sendiri harus berusaha memperlakukan semua orang dengan adil dan menghargai mereka. Harga diri manusia tidak berasal dari dalam diri kita sendiri, melainkan dari Allah Pencipta, sumber hidup, pengharapan, dan hikmat kita. Kita mengasihi orang lain karena Dia pun menciptakan mereka menurut gambar-Nya (Kejadian 1:27).
Bagaimana perlakuan orang lain yang lebih kaya dan lebih berkuasa dari kita membentuk cara pandang kita terhadap dunia? Apa yang sepatutnya kita lakukan ketika melihat ketidakadilan terjadi?
Apa yang dapat kita lakukan dengan lebih baik untuk melayani orang miskin di sekitar kita?
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)