Yakobus
oleh Douglas EstesApa itu ibadah? Apa artinya kita taat beribadah?
Pertanyaan ini penting untuk zaman ini maupun pada masa Yakobus hidup. Yakobus menulis tentang hikmat kepada orang-orang percaya yang tinggal “di perantauan” (Yakobus 1:1). Mereka pasti menghadapi beragam pandangan, filsafat, dan ritual yang muncul dengan nama “ajaran” atau “agama” (mis. Kisah Para Rasul 17:16-23). Namun, sebuah konsep atau praktik yang disebut religius belum tentu berkenan kepada Allah. Contohnya, sekelompok orang pada zaman itu percaya bahwa memberikan persembahan kepada kaisar adalah perbuatan yang religius. Perbuatan itu mungkin memberikan keuntungan sosial bagi orang yang melakukannya, tetapi itu tidak memuliakan Allah—bahkan sebenarnya “sia-sia” (Yakobus 1:26).
Untuk menjelaskan penerapan penting dari hikmat—mendengar dan berbicara—Yakobus mengaitkan hal itu dengan praktik ibadah “yang murni dan yang tak bercacat” (ay.27). Yakobus ingin menekankan bahwa sekalipun seseorang tidak memberikan persembahan kepada raja dan mengaku menyembah Allah saja, tetapi tidak menjaga ucapannya, orang itu telah menipu dirinya sendiri (ay.26). Siapa pun yang tidak mampu mengendalikan kata-katanya tidak akan dapat menjalani hidup yang menghormati Allah. Memuji Allah di hari Minggu tetapi mengutuk sesama di hari lain adalah cara hidup yang tidak konsisten. Ibadahnya tidak berfaedah. Yakobus menyampaikan hal ini karena ia tahu ada orang-orang yang berpikir bahwa perilaku itu lumrah.
Yakobus lalu memberikan dua contoh dari ibadah yang “sejati menurut pandangan Allah”. Pertama, dengan “menolong anak-anak yatim piatu dan janda-janda yang menderita” (ay.27 BIS). Inilah contoh nyata dari menunjukkan kasih kepada sesama. Di masa lampau, tidak banyak yang mau memperhatikan para yatim piatu dan janda (lihat Yesaya 1:17), dan belum ada badan resmi dari pemerintah yang mengurusi mereka.
Contoh kedua yang disebut Yakobus adalah “menjaga supaya [diri] sendiri tidak dicemarkan oleh dunia” (Yakobus 1:27). “Dicemarkan” merujuk kepada dosa, kerusakan diri, tetapi dalam pemahaman religius. Kita tidak boleh membiarkan cara dan kebiasaan dunia menjadi bagian hidup kita. Contohnya, pada masa itu, orang Kristen tidak boleh memberikan persembahan kepada kaisar, meskipun itu norma yang umum. Kita harus menjaga diri agar tetap dekat kepada Allah saja.
Dua contoh yang diberikan Yakobus menggemakan dua prinsip dari Hukum yang Terutama (Matius 22:37-40). Kita harus mengasihi orang lain, termasuk orang-orang yang terpinggirkan seperti para yatim piatu dan janda; dan kita harus mengasihi Allah, terutama dengan menjauhkan diri kita dari perilaku berdosa. Kedua contoh penerapan Hukum yang Terutama tersebut menjadi pembuka bagi bagian-bagian kitab Yakobus selanjutnya.
Ibadah “yang murni dan yang tak bercacat” (Yakobus 1:27) menjadi bagian dari hidup kita ketika kita menaati perintah-perintah Allah. Banyak orang di dunia ini mengaku religius—tetapi ibadah mereka tidaklah murni jika apa yang benar dan salah hanya didasarkan pada pemahaman mereka sendiri. Lewat kesanggupan mengendalikan diri dan ketekunan berbuat baik, kita menunjukkan apa yang dimaksud dengan ibadah yang sejati, suatu ibadah yang benar-benar memuliakan Allah.
Apa saja contoh lain dari ibadah “yang murni dan yang tak bercacat”?
Apa kaitan ibadah “yang murni dan yang tak bercacat” dengan hikmat?
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)