Ester
oleh Peter LauInilah titik yang mendebarkan: tiba giliran Ester untuk menghadap raja (2:15). Saat itu adalah tahun ketujuh pemerintahan Raja Ahasyweros (2:16), berarti empat tahun setelah Ratu Wasti dibuang. Dalam rentang waktu empat tahun tersebut, banyak sejarawan menduga Raja Ahasyweros pernah pergi berperang dengan Yunani tetapi kalah.
Sekarang, raja sudah kembali. Bagaimana keputusannya? Ester terpilih sebagai ratu! (2:17). Untuk merayakannya, raja mengadakan perjamuan bagi semua pembesar dan pegawainya serta mengumumkan hari libur serta membagikan hadiah kepada rakyat (2:18 BIS).
Melihat naiknya Ester dari orang biasa menjadi ratu, kita ikut merasa gembira sekaligus cemas. Mordekhai melarang Ester memberitahukan identitasnya sebagai orang Yahudi (2:10). Barangkali kita bertanya-tanya, hukum Yahudi apa saja yang bisa jadi ia langgar demi merahasiakan jati dirinya itu. Berapa banyak hukum Perjanjian Lama yang tidak ditaati Ester? Apakah ia melanggar aturan tentang makanan? Apakah ia beristirahat pada hari Sabat? Tampaknya, status sebagai umat Allah bisa mengakibatkan masalah serius. Namun, apakah Ester terlalu banyak berkompromi untuk menyembunyikan latar belakangnya? Bagaimanapun juga, ia telah menjalani seluruh tahapan kontes tanpa ketahuan dan berhasil melakukannya dengan sangat baik hingga akhirnya menikah dengan raja asing yang tidak mengenal Allah.
Namun, Wasti saja menolak menaati kemauan raja. Kita pun bertanya-tanya apakah seharusnya Ester juga bisa atau seharusnya menolak mengikuti aturan dari raja. Akan tetapi, kita tak bisa menghakiminya karena kita tidak tahu apa yang akan kita sendiri lakukan jika berada dalam situasi yang sama dengannya.
Meski demikian, kita tahu situasi Ester juga terjadi dalam kehidupan nyata sekarang ini. Dilema yang ia alami serupa dengan yang dirasakan oleh sebagian dari kita. Kita menghadapi tantangan besar sebagai orang yang tidak berasal dari dunia ini tetapi hidup di dalamnya. Ada godaan untuk menyembunyikan atau mengkompromikan iman kita agar terhindar dari masalah. Beberapa hal tertentu memang boleh dikompromikan, tetapi iman dan Injil tidak. Dalam Perjanjian Baru, Yakobus memperingatkan kita bahwa “persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah” (Yakobus 4:4). Sebagai orang Kristen, kita harus berkata “tidak” saat dicobai untuk mengkompromikan Injil dan iman kita.
Bagaimana cara Ester untuk hidup dan bertahan di luar Tanah Perjanjian bila dibandingkan dengan cara Daniel dan teman-temannya (Daniel 1:1-21)? Bagaimana Anda dapat menghindari bahaya mengkompromikan iman? Apa saja yang perlu diwaspadai?
Nilai-nilai iman apa saja yang mungkin tanpa sadar kita kompromikan agar bisa sukses atau diterima oleh masyarakat?
Anda dapat memberi dampak yang berarti
Persembahan kasih seberapa pun memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubah hidup.
Komentar (0)