Mazmur 1 – 50

oleh Mike Raiter

Hari 40

Baca Mazmur 39

Di Melbourne, Australia, kami menghadapi ancaman kebakaran hutan setiap musim panas. Hanya dengan percikan api kecil, seluruh hutan dan rumah di dekatnya bisa terbakar. Yakobus menggambarkan lidah sebagai api (3:5-6). Sedikit saja kata yang sembrono dapat mengakibatkan kerusakan besar. Ia menasihatkan, “Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (1:19). Namun, praktik tak semudah teori, apalagi ketika orang mengatakan hal yang jahat tentang Anda. Daud gagal dalam ujian mengendalikan lidah dan itu membawanya ke dalam sebuah perenungan penting.

Perenungan Daud tentang singkatnya kehidupan membuat ia sadar bahwa dirinya seorang asing dan pendatang di dunia ini.

Mazmur 39 melanjutkan pengakuan dosa dari mazmur sebelumnya. Dalam Mazmur 38, musuh-musuh Daud bersorak-sorai atas dosa dan penderitaannya (ay.13,17). Daud telah mencoba menahan lidahnya, tetapi akhirnya, ia tak dapat berdiam diri lagi, “Hatiku bergejolak dalam diriku, . . . aku berbicara dengan lidahku” (39:4).

Daud mencemooh orang yang menghabiskan seluruh hidup mereka menimbun kekayaan (ay.7), betapa bodohnya kehidupan semacam itu. Pertama, diukur dari kekekalan Allah, hidup kita tak ubahnya hembusan napas yang pendek (ay.5-6). Lalu, ketika kita mati, semua kekayaan kita akan dimiliki orang lain (ay.7).

Daud lalu sampai pada pokok utama dari mazmurnya (ay.8), dan ia mengajukan pertanyaan yang harus ditanyakan setiap orang kepada diri sendiri: “Apakah yang kucari?” Apa yang saya inginkan dari hidup ini? Kekayaan? Kesehatan? Keamanan? Daud tahu jawabannya, “Kepada-Mulah aku berharap” (ay.8). Masalah terbesarnya adalah dosa, sebab dosa menjauhkannya dari apa yang paling ia dambakan: persekutuan yang karib dengan Allah (ay.11-12).

Perenungan Daud tentang singkatnya kehidupan membuat ia sadar bahwa dirinya seorang asing dan pendatang di dunia ini. Nilai-nilai dunia bukanlah pegangannya. Seperti para leluhurnya, ia menyadari bahwa dunia ini bukanlah rumahnya. Surat Ibrani mengacu kepada Mazmur 39 ketika berbicara tentang umat Allah yang melihat penggenapan semua janji Allah dari kejauhan. Mereka mengerti bahwa “mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini” (Ibrani 11:13).

Inilah pertanyaan-pertanyaan besar yang diajukan Mazmur 39 kepada kita: Apa yang kita rindukan? Apakah Allah di pihak kita atau melawan kita? Di mana rumah kita yang sejati?


Renungkan:

Renungkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Mazmur 39: Apa yang Anda cari selama ini? Apa yang paling Anda rindukan dari hidup ini? Apakah kerinduan hati Anda itu terwujud dalam cara Anda menjalani hidup ini?

Pernahkah Anda merasa seperti “orang asing dan pendatang di bumi ini” (Ibrani 11:13)? Apa yang membuat Anda merasa demikian?

comment

journal

share


writer1

Tentang Penulis

Mike Raiter is a preacher, preaching trainer and former Principal of the Melbourne School of Theology in Australia. He is now Director of the Centre for Biblical Preaching and the author of a number of books, including Stirrings of the Soul, which won the 2004 Australian Christian Book of the Year award.

Penulis Seri Perjalanan Iman:

Seri Perjalanan Iman®  adalah materi terbitan Our Daily Bread Ministries.

Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang.

Hak dan Izin  |  Syarat dan Ketentuan  |  Kebijakan Privasi